REAKSI SUBSTITUSI
Nesya el Hikmah
Universitas Jambi
Istilah aromatis sebelumnya dipakai untuk menggambarkan
senyawa dengan aroma tertentu. Dalam kimia organik, istilah tersebut sekarang
dipakai untuk menunjukkan jenis ikatan untuk senyawa tertentu. Umumnya,
walaupun ada kekecualian, senyawa aromatik adalah senyawa siklik yang
digambarkan dengan rumus yang mengandung ikatan tunggal dan rangkap. Dalam
bidang industri perlu mengetahui mekanisme reaksi dari senyawa aromatik
tersebut. Hal ini berkaitan cepat atau tidaknya bahkan bisa atau tidaknya suatu
senyawa bereaksi. Suatu gugus yang melekat pada senyawa aromatik menentukan
arah reaksi dan pengarah itulah yang akan berkaitan dengan laju dan kereaktifan
suatu senyawa aromatik.
Dalam beberapa senyawa memiliki laju atau kecepatan reaksi
yang berbeda-beda, seperti pada laju reaksi pada senyawa berikut ini
Dengan
melihat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa OH dan CH3
mempercepat reaksi, dan substituen lain seperti Cl dan NO2
menghalangi atau menghambat reaksi. Dari tahu dari hal lain bahwa gugus
hidroksil dan metal lebih bersifat pendonor elektron dibandingkan hidrogen,
sedangkan gugus kloro dan nitro lebih bersifat penarik elektron dibandingkan
hidrogen.
Pengamatan ini juga mendukung mekanisme elektrofilik pada
substitusi. Jika laju reaksi bergantung pada serangan elektrofilik pada cincin
aromatik, maka substituen yang bersifat pendonasi elektron ke cincin akan
meningkatkan rapatan elektronnya, dan dengan demikian mempercepat reaksi,
substituen yang bersifat menarik elektron dari cincin akan menurunkan rapatan
elektron dalam cincin dan dengan begitu memperlambat reaksi. Pola relativitas
ini tepat seperti yang teramati, tidak saja dengan nitrasi tetapi juga dengan
semua reaksi substitusi aromatik elektrofilik. Disamping perbedaan laju dalam
reaksi benzena tersubstitusi, posisi serangan juga berbeda
Klorobenzena
dinitrasi pada posisi orto dan para, tetapi tidak pada posisi meta. Namun
nitrobenzena menjalani nitrasi pada posisi meta, terjadi sangat sedikit
substitusi pada posisi orto dan para.
Suatu benzena yang sudah tersubstitusi dapat mengalami
substitusi kedua dan menghasilkan disubstitusi benzena. Struktur dari
substitusi pertama menentukan tempat dari substitusi kedua dalam cincin
benzena. Misalnya, suatu gugus metil dalam cincin mengarahkan substitusi yang
kan datang terutama ke tempat orto dan para. Sedangkan suatu gugus nitro dalam cincin
benzena mengarahkan substitusi kedua yang akan datang terutama ke tempat meta.
Sifat-sifat fisik dan reaktivitas cincin benzena sangat
dipengaruhi oleh apakah substituen mengurangi atau menambah kerapatan elektron
pada cincin. Mengingat bahwa cicnin aromatik mempunyai awan elektron di atas
dan di bawah bidang cincin dan elektron-elektron inilah yang mudah diserang
oleh elektrofil. Bila sebuah gugus penarik elektron ditempatkan pada cincin,
benzena yang relatif nonpoalar akan elektronegatif. Perubahan ini kemudian
mengubah sifat-sifat fisik senyawa, misalnya titik cair dan titik didih. Setiap
gugus yang terikat pada cincin akan mempengaruhi reaktivitas cincin serta
menentukan orientasi substitusi. Bila suatu pereaksi elektrofilik menyerang
cincin aromatik, gugus yang telah terikat pada cincinlah yang akan menentukan
dimana dan bagaimana penyerapan tersebut berlangsung.
Substituen yang sudah ada pada cincin aromatik menentukan
posisi yang diambil oleh substituen baru. Contohnya, nitrasi pada toluena terutama
menghasilkan campuran orto- dan para-nitrotoluena.
Sebaliknya,
nitrasi pada nitrobenzena pada kondisi yang serupa terutama menghasilkan isomer
meta.
Pola
ini juga diikuti oleh substitusi aromatik elektrofilik lain, yakni klorinasi,
bromonasi, sulfonasi, dan seterusnya. Toluena terutama juga menjalani
substitusi orto, para, sementara nitrobenzena menjalani substitusi meta. Secara
umum, gugus terbagi ke dalam salah satu dari dua kategori. Gugus tertentu
tergolong pengarah orto, para, dan yang lainnya ialah pengarah meta.
Substituen tidak saja mempengaruhi posisi substitusi, tetapi
juga mempengaruhi laju substitusi, yaitu apakah akan berlangsung lebih lambat
atau lebih cepat dibandingkan benzena. Suatu substituen dianggap sebagai
pengaktif (activating) jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating)
jika lajunya lebih lambat. Dalam semua gugus pengarah meta, atom yang
berhubungan dengan cincin membawa muatan positif penuh atau parsial dan dengan
demikian akan menarik elektron dari cincin. Semua pengarah meta dengan demikian
juga merupakan gugus pendeaktif cincin. Sebaliknya, gugus pengarah oto para
pada umumnya memasok elektron ke cincin dan dengan demikian merupakan pengaktif
cincin. Akan halnya halogen (F, Cl, Br, dan I), kedua efek yang berlawanan ini,
mengakibatkan pengecualian penting pada aturan tersebut. Karena bersifat
sebagai penarik elektron kuat, halogen merupakan pendeaktif cincin, namun
karena adanya pasangan elektron bebas, maka halogen adalah pengarah orto para.
Reaksi substitusi atau disebut reaksi pertukaran gugus fungsi
terjadi saat atom atau gugus atom dari suatu senyawa karbon digantikan oleh
atom atau gugus atom lain dari senyawa yang lain. Atom karbon ujung suatu alkil
halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini bisa rentan terhadap
(susceptible; mudah diserang oleh) serangan oleh anion dan spesi lain apa saja
yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (unshared) dalam kulit luarnya.
Dalam suatu reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi
(leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser
dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion Halida merupakan gugus pergi yang
baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti
misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik. Spesi (spesies) yang menyerang suatu
alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil (nucleophile,
“pecinta nukleus”), sering dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah nukleofil
ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif ; jadi sebuah
nukleofil adalah suatu basa Lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun
beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O,
CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil.
Molekul netral ini memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat
digunakan untuk membentuk ikatan sigma.
Reaksi SN2 Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada
keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana
substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan
elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan
elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler,
yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi
dalam mekanisme reaksi.
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan
C — X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi
dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi
terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan pasangan
elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Gambar 1. Diagram
perubahan energi reaksi SN2
Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi
pada alkil halida primer dan sekunder. Nukleofil yang menyerang adalah jenis
nukleofil kuat seperti -OH, -CN, CH3O-. Serangan
dilakukan dari belakang. Untuk lebih jelas, perhatikan contoh reaksi
mekanisme SN2 bromoetana dengan ion hidroksida berikut ini
Peranan gugus tetangga pada mekanisme reaski SN2
·
Sebagai gugus yang memberikan suatu reaksi intermediate
yang baru pada pusat reaksi
·
Dengan adanya partisipasi gugus tetangga, konfigurasi
produk sama dengan substrat. Partisipasi gugus tetangga ini juga dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi. Jika suatu gugus tetangga mempengaruhi reaksi
melalui suatu jalan yang menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi, maka gugus
tetangga tersebut dikatakan sebagai ―anchimeric assistance‖
·
Gugus tetangga dapat menggunakan pasangan elektronnya
untuk berinteraksi dengan sisi belakang atom karbon yang menjalani substitusi,
sehingga mencegah serangan dari nukleofilik, sehingga nukleofilik hanya dapat
bereaksi dengan atom karbon dari sisi depan, dan produknya mengikuti
konfigurasi awal. Atom atau gugus yang dapat meningkatkan laju SN2
melalui partisipasi gugus tetangga ialah nitrogen dalam bentuk amina,
oksigen dalam bentuk karboksilat dan ion alkoksida, dan cincin aromatik.
Partisipasi hanya efektif jika interaksinya membentuk cincin segitiga, lima dan
enam.
Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
·
Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah
penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi
kedua spesies tersebut.
·
Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi)
konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium
hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang
ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada
karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga
membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br,
tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil
inversi.
·
Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2,
reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan
lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan
pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik.
Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder <
tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil
> primer > sekunder >> tersier.
·
Berbeda dengan SN1, reaksi SN2
(bimolekular) melibatkan dua gugus sekaligus selama proses substitusi
berlansung. Artinya reaksi akan sangat dipengaruhi oleh kekuatan masing-masing
gugus baik gugus datang maupun gugus pergi. Jika gugus yang datang merupakan
pendonor elektron yang lebih baik dari gugus yang akan pergi, maka reaksi
substitusi akan berlansung dengan mudah, sebaliknya jika gugus pergi cenderung
lebih baik dari gugus datang maka reaksi akan cenderung lambat bahkan tidak
berlangsung sama sekali.
·
Jika produk SN1 berupa rasemat maka produk
SN2 berupa produk inversi (terbalik) yang dikenal sebagai inversi
Walden.
Pertanyaan
1.
Apa hubungan reaksi substitusi dengan
persamaan hammet jika dilihat dari substitennya ?
2.
Bagaimana substiten dapat mempengaruhi
laju substitusi ?
3.
Adakah syarat terjadinya rekasi SN2 pada
suatu senyawa ? sebutkan.
4.
Jelaskan ciri ciri reaksi SN2 !
DAFTAR
PUSTAKA
Bresnick,
Stephen. 2004. Inti Sari Kimia Organik. Jakarta :Hipokrates
Fessenden.
2010. Dasar-Dasar Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Akasara
Fessenden.
1986. Kimia Organik Jilid I. Jakarta : Erlangga
Hart,
Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Pine,
Stanley. 1988. Kimia Organik. Bandung : ITB