POLARISABILITAS
Nesya el Hikmah
Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi
Ada banyak sekali ikatan
kimia yang mempengaruhi sifat fisika dan kimia suatu bahan kimia. Salah satunya
adalah gaya van der waals. Definisi gaya van der waals adalah jumlah gaya tarik
menarik atau tolak menolak antar molekul (atau antar bagian molekul yang sama)
selain yang disebabkan oleh ikatan kovalen meupun interaksi elektrostatik ion
dengan molekul netral atau bermuata lainnya.
Gaya Van Der Waals
terjadi akibat interaksi antara molekul-molekul non polar (Gaya London), antara
molekul-molekul polar (Gaya dipole-dipol) atau antara molekul non polar dengan
molekul polar (Gaya dipole-dipol terinduksi). Ikatan Van Der Waals terdapat antar
molekul zat cair atau padat dan sangat lemah. Gaya Van Der Waals dahulu dipakai
untuk menunjukkan semua jenis gaya tarik-menarik antar molekul. Namun kini
merujuk pada pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul yang terlemah
menjadi dipole seketika. Pada saat tertentu, moleku-molekul dapat berada dalam
fase dipole seketika ketika salah satu muatan negative berada di sisi tertentu.
Dalam keadaan dipol ini, molekul dapat menarik atau menolak electron lain dan
menyebabkan atom lain menjadi dipole. Gaya tarik menarik yang muncul sesaat ini
merupakan gaya Van Der Waals.
Kemampuan menarik yang dimiliki
suatu elektron disebut dengan gaya tarik-menarik. Adanya gaya tarik-menarik ini
memungkinkan terjadinya suatu ikatan. Ikatan kimia terjadi karena adanya
kecenderungan atom untuk memenuhi rumus duplet dan oktet dalam konfigurasi
elektronnya. Kecenderungan ini menyebabkan atom memiliki kemampuan yang berbeda
dalam menarik elektron.
Elektronegativitas adalah istilah
yang digunakan untuk menjelaskan daya tarik-menarik atom pada elektron dalam
suatu ikatan. Bagaimanakah gaya tarik-menarik itu timbul? Suatu atom dapat
membentuk molekul atau ion karena adanya sifat elektronegativitas atau daya
atom menarik elektron. Daya tarik-menarik timbul karena adanya perbedaan
elektronegativitas pada suatu atom. Elektron yang berperan dalam hal ini adalah
elektron pada kulit terluar (elektron valensi). Perhatikan Gambar dibawah ini.
Pada molekul HCl, atom hidrogen
mempunyai satu elektron pada kulit terluar, sehingga cenderung memenuhi rumus
duplet, yaitu dengan mencari 1 elektron lagi agar genap menjadi dua. Di sisi
lain, Cl memiliki 7 elektron pada kulit terluar dan cenderung memenuhi rumus
oktet dengan mencari 1 elektron lagi agar genap menjadi delapan. Karena atom H
baru memiliki 1 elektron, sementara atom Cl kekurangan 1 elektron, maka ketika
jarak antara keduanya dekat, akan terjadi tarik-menarik dan terbentuklah
ikatan.
Perbedaan jumlah elektron pada atom
H dan Cl menyebabkan atom Cl mempunyai elektronegativitas yang lebih tinggi
karena jumlah elektron disekitar Cl lebih banyak. Jadi, pasangan elektron yang
tersebar di antara atom H dan Cl tidak terbagi merata. Sisi atom Cl yang lebih
negatif mengakibatkan atom H menjadi sisi positif dan atom Cl menjadi sisi
negatifnya. Sisi positif dinotasikan sebagai δ+ yang menyatakan sebagian
muatan positif dan sisi negatif dinotasikan δ- dengan yang menyatakan
sebagian muatan negatif.
Dalam molekul, muatan positif dan negatif
yang sama dipisahkan oleh jarak yang menunjukkan suatu dipol. Perbedaan
keelektronegatifan yang besar antar atom akan membentuk molekul yang bersifat
polar. Sebaliknya, apabila perbedaan keelektronegatifan antar atom kecil atau
nol, maka molekul yang terbentuk bersifat non polar.
Terdapat 3 jenis gaya tarik menarik antar molekul, yaitu gaya London, gaya
tarik dipol-dipol dan gaya yang ditimbulkan oleh ikatan hidrogen. Elektron
pada suatu atom mengalami pergerakan dalam orbital. Pergerakan atau perpindahan
elektron pada suatu atom dapat mengakibatkan tidak meratanya kepadatan elektron
pada atom, sehingga atom tersebut mempunyai satu sisi dipol dengan muatan lebih
negatif dibandingkan sisi yang lain. Pergerakan ini menimbulkan dipol sesaat.
Gambar dibawah ini menggambarkan perbedaan sebaran elektron pada orbital normal
dan orbital yang mengalami dipol sesaat. Adanya dipol sesaat menyebabkan molekul
yang bersifat non-polar menjadi bersifat agak polar.
Gaya London pertama kali ditemukan oleh seorang ahli fisika dari
Jerman,
Fritz London,
pada tahun 1930.
Gaya London adalah gaya tarikan lemah yang disebabkan oleh dipol imbasan
sekejap atau sesaat yang terjadi karena adanya pergerakan elektron dalam suatu
orbital. Pergerakan tersebut dapat mengakibatkan tidak meratanya kepadatan
elektron pada atom, sehingga atom tersebut mempunyai satu sisi dipol dengan
muatan lebih negatif dibandingkan sisi yang lain. Mudahnya suatu atom untuk
membentuk dipol sesaat disebut dengan polarisabilitas. Dipol – dipol ini
dikatakan sesaat karena pergerakan elektronnya milyaran kali dalam satu detik.
Dipol sesaat pada suatu atom dapat mengimbas (menginduksi)
atom yang berada di sekitarnya sehingga terjadi dipol terimbas. Hal tersebut
yang menyebabkan terjadinya gaya tarik-menarik antara dipol sesaat dengan dipol
terimbas. Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu
molekul akan bertambah besar apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron
yang semakin besar pula. Jumlah elektron yang besar berkaitan dengan massa
molekul relatif (Mr) molekul tersebut, sehingga semakin besar Mr suatu molekul,
maka semakin besar polarisabilitasnya dan semakin besar pula Gaya Londonnya. Molekul
dengan struktur panjang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengalami dipol
sesaat atau polarisabilitas. Hal ini dikarenakan molekul dengan struktur
panjang mempunyai bidang yang lebih luas bila dibandingkan dengan molekul yang
memiliki struktur lebih rapat dan kecil.
Kekuatan gaya London bergantung pada beberapa faktor, antara
lain kerumitan molekul dan ukuran molekul. Lebih banyak terdapat interaksi pada
molekul kompleks dari molekul sederhana, sehingga Gaya london lebih besar
dibandingkan molekul sederhana. Semakin besar Mr semakin kuat Gaya london. Molekul
yang lebih besar mempunyai tarikan lebih besar dari pada molekul berukuran
kecil, sehingga mudah terjadi kutub listrik sesaat yang menimbulkan gaya london
besar. Dalam satu golongan dari atas ke bawah, ukurannya bertambah besar,
sehingga gaya londonnya juga semakin besar.
Gaya London biasanya terjadi pada gas mulia yang mempunyai
keelektronegatifan nol (stabil). Contohnya pada Neon, dimana gas Neon bisa
dicairkan pada suhu yang tinggi atau rendah. Pada suhu yang sangat rendah
atom-atom Neon akan saling berdekatan sehingga kestabilan elektronnya akan terganggu.
Hal ini menyebabkan dalam atom Neon terbentuk dua kutub (dipol) antara molekul
yang sama. Dipol ini membentuk ikatan sehingga Neon berubah menjadi cair. Dipol
ini bersifat sementara, karena elektron selalu bergerak dalam orbital sehingga
pada saat berikutnya dipol itu hilang.
Pergerakan elektron
yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan bertambah besar
apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron yang semakin besar pula.
Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul disebut
polarisabilitas. Jumlah elektron yang besar berkaitan dengan massa molekul
relatif (Mr) molekul tersebut, sehingga semakin besar Mr suatu molekul, maka
semakin besar polarisabilitasnya dan semakin besar pula Gaya Londonnya.
Mudahnya suatu atom untuk membentuk dipol sesaat disebut polarisabilitas.
Bagaimana perbandingan
Gaya London antara 2 molekul yang mempunyai Mr yang sama? Molekul dengan
struktur panjang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengalami dipol sesaat
atau lebih mudah mengalami polarisabilitas. Hal ini dikarenakan molekul dengan
struktur panjang mempunyai bidang yang lebih luas bila dibandingkan dengan
molekul yang memiliki struktur lebih rapat dan kecil. Neopentana dan normal
pentana merupakan contoh 2 molekul dengan Mr sama.
Lihatlah Gambar 5(a)
dan 5(b) untuk mengetahui bentuk molekulnya. Molekul dengan struktur panjang
mudah mengalami polarisasi dibandingkan molekul dengan struktur yang rapat dan
kecil. Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat atau untuk
mengimbas suatu molekul disebut polarisabilitas.
Polarisabilitas berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) dan
bentuk molekul. Pada umumnya, makin banyak jumlah elektron dalam molekul, makin
mudah mengalami polarisasi.
Oleh karena jumlah
elektron berkaitan dengan massa molekul relatif, maka dapat dikatakan bahwa
makin besar massa molekul relatif, makin kuat gaya London. Misalnya, radon (Ar =
222) mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan helium (Ar =
4), 221 K untuk Rn dibandingkan dengan 4 K untuk He. Molekul yang bentuknya
panjang lebih mudah mengalami polarisasi dibandingkan molekul yang kecil,
kompak, dan simetris. Misalnya, normal pentana mempunyai titik cair dan titik
didih yang lebih tinggi dibandingkan neopentana. Kedua zat itu mempunyai massa
molekul relatif yang sama besar.
DAFTAR
PUSTAKA